Selasa, 03 November 2015

Nasionalisme Bukanlah Suatu Paham Untuk Memusuhi Asing

Dua hari ini saya posting dua hal berbeda tentang hal yang luar biasa menurut saya, pertama adalah dibangunnya jalur MRT dengan foto yang sangat keren dan juga tertariknya PIXAR akan cerita rakyat Indonesia yang akan diangkat menjadi film animasi. Tentunya dua kisah di atas merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi saya sebagai warga negara. 

Dan ada kometar dari seseorang yang membuat saya tergelitik. Dia bilang intinya begini "apa yang dibanggakan dengan dibangunnya MRT? Itu kan teknologi asing, bukan tekonologi asli Indonesia". 

Ya hal itu tidak salah sih, hampir sependapat dengan bapak pendiri bangsa ini yang begitu ingin mengembangkan potensi lokal sampai tidak melepas banyak hal untuk asing, salah satunya tambang. Tapi ingat, sukarno bukan anti asing, tapi beliau anti dengan ideologi barat. Sukarno masih punya teman asing, masih menggunakan kapal buatan rusia, dan sukarno juga dibantu orang-orang hebat lulusan asing. Dan hal itu yang dikerjakan sukarno pada masa itu, sampai masa itu harus punah seiring munculnya sebuah orde perusak harapan maksimalnya kekuatan lokal. 

Ada kisah yang mungkin tidak tertulis tentang bagaiama reaksi sukarno akan tambang yang menunggu putra bangsa ada yang sanggup untuk mengerjakannya, walau diiming-imingi asing untuk melepas. Dan sukarno tetap pada prinsipnya, dia menolak melepas ke asing. Bagaimana rusai memberi hibah sebuah kapal laut yang menjadikan Indonesia sebagai macan asia tentara keluatan dan terkuat di asia. Bagaimana sukarno bekerja sama dengan john kennedy dan presiden amerika yang bisa meluluhkan hati sukarno untuk sedikit membuka pintu untuk amerika, dan akhirnya terbenuh entah apa sebabnya. Yang pasti amerika punya ambisi menguasai bangsa ini. Hal ini menunjukkan bahwa sukarno tidak anti asing, hanya anti akan ideologi asing yang kadang tidak sesuai dengan ideologi bangsa Indonesia. 

Mungkin dari sepenggal kisah hebat pendiri bangsa ini akan saya selami gaya berpikir sukarno walau mungkin tidak tepat. Menerima produk asing bukan berarti kita pro produk asing dan tidak cinta produk dalam negeri. Yang jadi masalah adalah bisa tidak bangsa ini membuatnya? Dan salah satu ajang belajar paling cepat sebuah teknologi adalah dengan istilah "transfer teknologi" yang langsung dipraktekkan. Saya percaya bahwa senapan dan senjata canggih lainnya tidak akan bisa diproduksi indonesia kalau tidak dahulu menggunakannya dan beli ke asing bukan? Terbukti sekarang senjata perang indonesia merupakan salah satu yang disegani dunia. Beberapa tahun terakhir TNI bisa menjadi juara tembak tingkat dunia hanya dengan menggunakan senjata buatan Indonesia. Ya itulah yang disebut "transfer teknologi" yang terus dikembangkan. Dengan orang handal di dalamnya, saya percaya akan memghasilkan sebuah kualitas. 

Mungkin ke depan pesawat juga akan menjadi kebanggan tersendiri dengan adanya bapak habiebie yang masih semangat dalam memperjuangkan mimpinya sejak muda, pesawat asli Indonesia bisa diproduksi sendiri. Apa habibie produk dalam negeri 100%? Tidak, beliau lulusan asing, pernah bekerja di asing dan baru sekarang didukung pemerintah untuk membanggakan negaranya. Dan apakah komponen pesawat 100% buatan lokal? Saya yakin tidak, pasti masih ada juga buatan asing yang di mana kita belum mampu memproduksi sendiri. 

Sama halnya dengan pembangunan MRT dan video animasi dari PIXAR, biarkan orang kita belajar langsung pada mereka yang sudah sukses dibidangnya untuk mengambil pengetahuannya dan diterapkan di dalam negeri. Untuk menempuhbjalur formal pendidikan, akan terasa lama di tengah pembangunan yang sudah dimulai sekarang. Kalau semua anti asing dan tidak menggunakan produk asing, menurut saya buang saja hand phone asing kita, sepatu, baju, celana, dan semua produk asing lainya dong? Jangan jadi munafik. Apa kita kirim orang kita belajar di jepang atau china untuk membuat MRT sedangkan proyeknya sedang berjalan? Itu konyol begitu lulus, proyek sudah selesai. Apa gunanya? Membuang waktu menurut saya. 
Untuk sebuah film animasi, apakah Indonesia tidak punya sdm yang handal? Banyak, masalahnya ada atau tidak perusahaan lokal yang mengarah ke sana dengan prestasi mendunia? Tidak ada, jadi apa salahnya PIXAR menggarap dan mungkin pemerintah juga melibatkan perusahaan lokal untuk gabung di dalamnya? Semua mekanisme bisa diatur untuk sebuah "transfer teknologi" yang dimana masing-masing pihak pasti sudah mengitung untung dan ruginya. 

Dan kalau kita gunakan prinsip sukarno pada masa itu untuk diterapkan sekarang, kita mundur dua generasi. Sudah terlambat untuk mengirim putra-putri terbaik lulus dari negeri luar dan baru memulainya, karena negeri ini sudah membuang banyak waktu dengan sia-sia. 32 tahun ditambah masa setelah itu adalah pembuangan dan pembiaran potensi terbaik dalam negeri mati segan hiduppun tak sanggup. 

Yang jadi masalah adalah bukan bisa atau tidak bisanya, tapi lebih ke arah mau atau tidaknya. Kalau semua pihak bersatu pasti bisa. Proton juga tidak langsung 100% pdoduk malaysia bukan? Masih ada proses "transfer teknologi" untuk menjadikan proton sebagai kebanggaan warga Malaysia. 

Mungkin itu sepenggal kisah gaya berpikir bapak kebangaan indonesia, sukarno dan yang mungkin dilakukan sukarno kalau menghadapi kondisi bangsa seperti sekarang. Dan mohon maaf bila salah dalam menafsirkan. 

Jadi nasionalisme adalah sebuah paham yang bukan memusuhi asing dan produknya, tapi lebih ke arah bagaimana teknologi asing bisa kita pelajari dan kembangkan untuk menghasilkan sebuah karya anak bangsa yang mendunia. "Transfer teknologi" dan mengirim putra-putri terbaik bangsa sekolah ke luar secara bersamaan akan mendorong daya saing yang sangat bagus ke depan. Di saat mereka lulus, sudah ada sebuah proyek peecontohan secara nyata yang bisa dikembangkan dan dikemas menjadi sebuah karya kebaggaan anak bangsa. Sebuah karya dengan label MADE IN INDONESIA dan diakui dunia. 



Salam, 
Laskar Banyuwangi

Tidak ada komentar: