Selasa, 28 Oktober 2014

Sebuah Perenungan, Kerinduan, Kegalauan, dan Kebenaran yang Berkecambuk Menjadi Satu

Sebenarnya saya sempat bimbang mau menulis hal ini atau tidak karena beberapa faktor yang tidak bisa saya sebutkan. Saya tulis hal ini karena menurut saya sudah bukan hal yang untuk bisa disikapi dengan santai, kalem, asal selamat, dan takut ada yang sakit hati. Karena selalu yang menjadi bahan diskusi saya dan orang tua sekitar 2 tahun ini, dan saya rasa saya sudah sangat bosan menanggapi hal ini. Karena apa yang saya tahu sudah saya keluarkan dan bagikan, masalahnya adalah bagaimana mengaplikasikannya apapun resikonya. 

Ya jujur saja yang saya maksud adalah gereja. Sejak saya keluar dari Surabaya, belum pernah menemukan gereja seperti di mana saya dimuridkan. Dari apa yang telah saya dapat dari Surabaya, saya selalu melihat 4 hal penting bagi saya untuk memutuskan untuk terlibat lebih jauh di dalamnya untuk benar-benar habis-habisan dengan Tuhan atau hanya diam dan bahkan keluar. 

Hal pertama yang saya lihat adalah VISI. Visi adalah hal yang sangat penting karena tanpa visi, gereja tidak akan pernah tahu arah dan tujuannya. Bahkan dalam amsal 29:18a mengatakan bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Dalam terjemahan bahasa inggris, kata wahyu sangat jelas ditulis dalam sebuah kata visi. Dengan kata lain, tanpa visi rakyar menjadi liar. Gereja tanpa visi menjadikan orang di dalamnya liar. Yang jadi masalah adalah visi yang seperti apa? Sudah sangat jelas sebuah visi haruslah bentuk dari manivestasi kerajaan Allah dan Tubuh Kristus secara utuh di jaman ini. Untuk lebih jelas harusnya pemimpin duduk bersama, diskusi bersama, dan berdoa bersama untuk menangkap apa visi yang Tuhan mau, bukan yang jemaat mau. Pada saat visi didapat, carilah orang yang mau berjuang untuk visi itu berapapun jumlahnya. Tanpa kemauan, 1.000 orang tidak akan punya arti dibanding dengan 10 orang yang mau untuk itu. Dengan kata lain pilih 10 atau tinggalkan yang 1.000. Bukankah Yesus melakukannya? Kalau yang 1.000 sakit hati bagaimana? Ngambek bagaimana? Kalau saya jawab biarin, emang gue pikirin. Daripada Yesus sakit hati dan ngambek bagaimana? Pilih yang mana? Kalau saya jelas pilih yang sedikit asal mau, daripada banyak tapi tidak berdampak apapun. 

Hal kedua yang saya lihat adalah VALUE. Mengapa value penting? Menurut saya value itu semacam pagar supaya kita tidak melenceng dari visi yang ada. Value harusnya mempertajam visi agar kehendak Allah di jaman ini tergenapi. Value kalau saya analogikan seperti seorang yang menyetir misal Banyuwangi ke Surabaya. Surabaya adalah visi atau tujuannya, value itu adalah rambu lalu lintasnya agar kita bisa sampai Surabaya dengan benar. Benar berarti tidak melakukan pelanggaran peraturan lalu-lintas ataupun peraturan lainnya yang tertuang di dalam hukum yang tertulis. 

Ketiga yang saya selalu cari adalah KOMUNITAS. Sejak pertama kali saya bertobat dan menerima Yesus sebagai juru selamat, komunitas sudah menyambut dan tanpa disadari itu sudah menjadi gaya hidup yang tidak akan pernah saya tinggalkan. Dalam kondisi dan pilihan yang sulit antara meninggalkan ibadah hari minggu atau komsel, maka dengan tegas, tanpa dipikir lagi, tidak perlu pewahyuan, dan nubuatan, maka dengan sangat rela, iklas, dan tanpa paksaan akan pilih komunitas dan meninggalkan ibadah hari minggu. Sebegitu pentingnya komunitas sampai Yesus harus datang untuk memberi sebuah teladan dengan hanya 12 murid. Yesus dengan rela meninggalkan 5.000 orang hanya demi 12 orang murid yang jauh lebih sedikit jumlahnya. Dan bahkan kalau kita teliti alkitab, gaya hidup jemaat mula-mula juga berkomunitas. Karena dibesarkan dan dididik secara komunitas dan juga kebenaran yang saya yakini benar, itulah mengapa saya tidak pernah bisa lepas dengan yang namanya komunitas. 

Keempat dan yang paling terakhir adalah PESAN MIMBAR. Bagi saya pesan mimbar adalah cerminan paling mudah untuk melihat sebuah gereja memiliki visi atau sekedar slogan, value yang benar atau tidak, dan berada pada kehendak Allah atau tidak. Waktu 1 tahun, bagi saya waktu yang sangat cukup untuk mengambil kesimpulan bagaimana gereja itu hanya dari pesan mimbar. Suatu hal yang aneh bila gereja mempuyai visi, tapi tidak pernah menyuarakan itu di ibadah, suatu keanehan bila pesan mimbar tidak punya konsep yang jelas dalam yang disampaikan. Hal ini sebeneranya value gereja tersebut dipertanyakan. Kualitas pesan mimbar menentukan kualitas pemimpin di dalamnya dan semua produk di dalamnya secara utuh. 

Tanpa ke empat hal di atas tidak tercapai, maka bisa dipastikan bahwa gereja tersebut tidak pada jalan yang semestinya dan tidak perlu buang tenaga di sana. Karena bagi saya hanya ada dua pilihan, yaitu panas atau dingin. Kata suam-suam kuku itu tidak berusaha saya kenal. Dan kabar buruknya, saya pilih panas. Jadi kalaupun tidak saya temukan di gereja untuk saya masuk ke dalam apa yang saya rindukan, dengan tanpa ragu saya siap keluar dari gereja dan bergerak di luar gereja. Bukankah esensi gereja bukan merek, sinode, gedung, dan liturginya? Toh kalau Yesus tidak pernah pusing dengan itu semua, kenapa saya harua pusing dengan hal yang tidak esensi itu? Dan saya rasa sepertinya saya akan kawin dengan sebuah kata sesat akan hal ini, dan bukankah Yesus juga di anggap sesat oleh orang beragama? 

JADI, VISI, VALUE, KOMUNITAS, DAN PESAN MIMBAR PERLU DIPERHATIKAN SECARA SERIUS DAN CARI ORANG YANG BENAR-BENAR MAU. KARENA BAGAIMAPUN GEREJA HARUS MENJADI PENCARI DAN PENYELESAI KEHENDAK TUHAN DI JAMANNYA, BUKAN KEHENDAK SEMUA JEMAAT. YESUS TIDAK PERNAH BISA MEMENUHI SEMUA KEHENDAK MANUSIA, TAPI YANG YESUS LAKUKAN ADALAH MELAKUKAN KEHENDAK BAPA DAN MENYELESAIKANNYA. HOW ABOUT US?? 


Sebuah kisah dari apa yang saya renungkan akhir-akhir ini.
Salam, Laskar Banyuwangi
God Bless Indonesia

Tidak ada komentar: