Selasa, 14 Januari 2014

Banjir di Jakarta Siapa Yang Salah? Siapa Yang Menanggung?

Bermula dari rasa jengkel melihat berita, saya akhirnya menulis tentang masalah banjir yang sedang melanda ibu kota. Bagaimana tidak jengkel? Coba bayangkan, pagi nyalain tv yg nongol banjir, siang buka tv yg nongol banjir, sore eh yang nongol banjir, dan di malam hari sialnya lagi yang nongol banjir. Cuman ada tayangan bola antara arema vs persija yang sedikit berbeda, tapi sayang pertandingan tidak menarik dan saya putuskan curhat saya di blog ini. Hehehe
Saya ini bukan ahli tata kota, bukan ahli sejarah, bukan ahli politik, saya hanyalah orang awam yang mencintai Indonesia. Dibilang ahli, juga bukan toh saya bukan orang yang segudang prestasi dan karya saja belum ada yang membanggakan, intinya saya cuma sebatas rakyat Indonesia yang peduli dan sedih melihat kondisi bangsa saat ini. Banyak dialog dan tayanagan tentang banjir di Jakarta ini termasuk dilihat dari sisi sejarah dan lain sebagianya. Dari semua tayangan yang saya lihat dari pagi-sampai malam hanya hanya membahas banjir saya mengambil beberapa kesimpulan sebelum kita memvonis siapa yang salah dan yang bertanggung jawab atas ini semua. Kalau bahasa lawaknya sih yang harus di salahkan sih bapak kotanya. Kenapa dia kabur meninggalkan ibu mengurus semua sendirian. Hahaha

Ok cukup dulu bercandanya, kita mulai dari omomgan dari si tukang ngomong dari partai demokrat (nama sengaja tidak disebut) dari yang saya baca dari salah satu media online menyebutkan kesalahan ada di tangan jokowi sebagai gubernur. Well mari kita bahas dulu sebelum mengambil keputusan itu dan saya rasa bapak 1 ini sudah cukup pengalaman untuk berpikir jernih dan dewasa, kecuali memang beliau tidak mengerti saja. Kita lihat dulu dari sisi sejarah di mana kasus banjir di Jakarta sudah ada sejak jaman Belanda bung. Dan hebatnya lagi kenapa tidak ada yang menyalahkan belanda yah? Ya mungkin itu dianggap masa lalu saja, ok itu memang benar itu masa lalu. Berarti di simpulkan bahwa sejak jaman belanda dulu sampai jokowi sekarang, jakarta selalu banjir, benar begitu kan? Kalau main tunjuk siapa yang salah ya jelas dong semua pemimpin yang hidup sejak jaman belanda sampai jokowi semua layak disalahkan. Dari tahun ke tahun selalu ada yang disalahkan dan menjadi janji manis politik untuk menjadi senjata dalam pemilukada di jakarta dan ujungnya selalu GAGAL. 

Lanjut dari pengamatan ke 2 saya, sebuah kota besar macam jakarta dan surabaya yang di mana letak geografisnya hampir sama yaitu di pesisir pantai di mana hal ini pasti membuat 2 kota ini berada di dataran rendah. Dan kalau melihat sifat air yang selalu mengalir dari tempat tinggi dan rendah, maka yang bisa disalahkan adalah kota-kota yang ada di atasnta dong? Berarti kota-kota tersebut menyumbang banyak air di 2 kota ini. Dan sialnya lagi kota yang di atas tidak mau disalahkan. Bingung kan? Hehehe

Yang ke 3 adalah masalah tata kota. Kalau boleh disalahkan tentunya ahli tata kota yang perlu disalahkan dong? Karena dia sudah menata kota dengan minim lahan hijau dan lahan resapan. Dan sialnya lagi si tata kota tidak mau disalahkan karena kebijakan mengambil keputusan bukan di dia. Ujung-ujungnya pemimpinnya lagi yang di salahkan. Repot kan? Pusing kan? Di mana semua ini telah menjadi jerat iblis yang seakan tidak ada solusi. 

Ke 4 sih rakyat juga bisa disalahkan loh. karena tiap kali banjir selalu ada tumpukan sampah di dalamnya. Dengan kata lain, sampah dari rakyat juga bisa jadi alibi dari pihak lain dong? Dan sialnya lagi, rakyat tidak mau disalhakan. Makin pusing kan? Sama dengan saya. Hahaha

Dari ke 4 hal di atas bisa saya simpulkan bahwa tidak adanya kerja sama di antara semua elemen yang ada baik dari pemerintah dan rakyat. Dan juga saya munculkan masalah baru siapa yang layak disalahkan, yaitu sistem. Mengapa saya menyebut sistem? Karena kalau diamati dari ke 3 masalah di atas tentunya tidak lepas dari sistem yang amburadul dan tidak terintegrasi dengan benar dan cenderung setiap kota bekerja sendiri tanpa pernah berpikir bahwa antara 1 kota ke kota yang lain pasti selalu terkait dan saling berhubungan erat. 

Mengapa sistem yang saya anggap salah? Mungkin bisa saya jabarkan dengan benar menurut saya sebagai orang awam. 
  1. Sistem otonomi daerah. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan sistem ini, cuman menurur saya konsep dan cara perpikirnya saja yang perlu diperbaiki. Seperti yang saya sebut di atas, tidak akan mungkin bisa suatu pulau yang terdiri dari banyak kota mengambil keputusan sendiri tanpa memikirkan kota yang lainnya. Seharusnya otonomi daerah juga memikirkan suatu sistem yang terintergasi satu sama lain dan bekerja sama sehingga bisa membuat suatu kebiijkan yang saling menguntungkan. Misal dalam pembukaan lahan untuk perumahan, harusnya pemerintah atur dong lahan seperti apa yang cocok, bukan membuat di bantaran sungai dengan mengubah kontruksi alamnya. Sistem otonomi baik sebenarnya untuk membuat suatu daerah berkembang, tapi tidak diberi kebebasan sebebas-bebasnya. 
  2. Harusnya ada badan, lembaga atau apalah istilahnya yang mengatur kebijakan tentang tata kota nasional bahkan per pulau yang terintegrasi. Saya tidak tau sudah ada ada atau belum, yang pasti hal ini sangat penting. Mengapa? Karena menurut saya dalam satu pulau ada bermacam hutan, sungai, gunung, bukit, dan lain sebagainya. Dan itu pasti selalu berkaitan satu sama lain. Kalau dari sini tidak direncanakan dengan baik, maka pembangunan akan sekedar asal dan yang pengting pendapatan daerah bagus tanpa memikirkan dampak yang dibuatnya. Untuk kasus tata kota ini harusnya dilakukan secara terpusat dengan pola yang benar dan terintegrasi dan saya rasa ahli tata kota sangat paham tentang hal ini. Toh kalau hal ini dinilai tidak bagus minimal adalah pengaturan di beberapa kota yang di mana sungainya mengalir di jakarta dan surabayalah. Sehingga kerja di kota limpahan sungai ini tidak terlalu berat. 
  3. Sistem pemerintahan yang kurang bagus. Pemilukada dan pemilu pusat hampir memiliki konsep yang sama yaitu lewat partai politik dan mungkin juga independen. Kebanyakan yang ada selalu membentuk 2 blok, yaitu koalisi dan oposisi. Di mana ke2 blok ini seakan tidak pernah bersatu dalam membangun bangsa dan kota. Seharusnya setelah pemilu berakhir, ke 2 blok berjuang bersama tanpa melihat kepentingan partai politiknya. Bolehlah blok oposisi dijadikan pengawas kebijakan koalisi agar tidak ada kecurangan, tapi cukup sebagai pengawas saja. Tapi kinerja harusnya bahu membahu, bersatu dan mementingkan kepentingan bangsa secara bersama.
Dari setiap masalah yang ada, semua pihak tidak mau disalahkan dan tentunya itu adalah hal yang alami dan normal. Untuk mengatasi masalah ini, seharusnya semua elemen dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, pengusaha, dan juga seluruh masyarakat bersatu. Kata kuncinya adalah bersatu, toh juga percuma kita buat suatu sistem yang sangat bagus tanpa diimbangi kerja sama dan sdm yang bagus. Kan bagaimanapun kunci sebuah sistem berhasil terletak pada sdmnya. Dan di simpulkan jangan pernah berbicara kepentingan rakyat selama semua elemen tidak bersatu. Semua adalah omong kosong, bila mengatasnamakan kepentingan rakyat dan bangsa, tapi nyatanya kerja terpisah dan tidak terintegrasi. Yang jelas masalah jakarta adalah masalah kita bersama dan kegagalan yang ada, seharusnya kita semua yang perlu dipersalahkan tanpa saling tuding. 

Tidak ada komentar: